Dongengfilm's Blog

Mei 5, 2012

“Cita-citaku Setinggi Tanah” (Eugene Panji, 2012)

Filed under: Resensi Film — dongengfilm @ 3:17 am

Ini film segar. Ini film anak-anak, dari sudut pandang anak-anak dan dilakoni oleh anak-anak.

Ini film yang secara gambar maupun cara bertutur, sangat Indonesia. Sebagai orang yang kebetulan cukup akrab dengan alam pedesaan, meski lahir dan besar di ibukota Jakarta, mata saya sejuk melihat pemandangan alam pedesaan di kaki Merapi. Merapi pasca letupan yang terlihat jelas dari daun-daun pohon kelapa yang ‘kuncup’ seperti payung kertas buatan Tasikmalaya setelah terkena angin keras.

Setiap anak, biasanya, memiliki cita-cita atau keinginan tertentu bila sudah besar nanti. Tapi tidak semua berupaya sejak kecil dengan kemampuan mereka yang ada.

Dan cita-cita tidak perlu muluk-muluk, apalagi setinggi langit. Setelah puluhan tahun merdeka, sebagai bangsa, kita sudah melihat sendiri apa jadinya bila sebuah bangsa diajarkan oleh pemimpinnya untuk bercita-cita setinggi langit. Atap rumah pun banyak yang tak punya. Alhasil, ya, banyak yang hidup beratapkan langit dan bersantapkan angin.

Film ini berkisah tentang 4 sekawan… bukan 5 sekawan seperti lazimnya dalam aneka cerita anak-anak. Satu ingin jadi tentara (mulia di mata anak-anak karena belum tahu perangai tentara sebenarnya), satu ingin jadi artis sinetron (terkenal sebagai kepanjangan cita-cita sang ibu), satu ingin membahagiakan orang lain (karena pada dasarnya easy going namun ringan tangan), dan satu lagi hanya ingin makan di rumah makan Padang (karena setiap hari makan dengan lauk tahu bacem).

Pusat cerita adalah yang justru memiliki cita-cita paling merata dengan bumi… setinggi tanah… ia hanya ingin makan di rumah makan Padang. Untuk itu ia bekerja keras tanpa melupakan kewajibannya di sekolah. Mulai dari menabung uang jajan, kemudian mencoba melakukan berbagai pekerjaan sesuai dengan kemampuannya, sebagai anak kecil. Hasilnya pun di tabung di dalam tabungan bambu yang dibuat sendiri.

Keseluruhan cerita sangat sederhana. Banyak pelajaran bagus yang dicontohkan dengan lakon dan bukan omongan penuh nasehat dari sosok lebih dewasa di dalam film. Kalaupun ada sosok ‘mbah’ memberi nasehat, nasehatnya tidak berlebihan. Nasehat yang memang sering kita dengar dari orangtua kita. Ujar-ujar yang membuka mata sang anak untuk lebih awas dalam menjalani kehidupan. Pendekatan alur cerita itu membuat alur cerita dan contoh kebaikan itu lebih mudah dicernak oleh penonton anak-anak.

Siapa bilang bermain baru ‘fun’ kalau pakai mainan buatan pabrik yang membutuhkan baterei? Main air di sungai ataupun perang lumpur juga tidak kalah serunya.

Perjalanan sepeda sebagai transisi waktu dan ruang terasa agak terlalu banyak, namun itu lebih bagi penonton dewasa. Untuk penonton anak-anak, saya yakin pergerakan sepeda itu justru sangat seru. Si anak bersepeda karena sedang menjalankan tugas. Selain ada juga bersepeda bersama saat pulang bersama.

“He’s on a mission,” kalau komentar itu keluar dari mulut anak-anak kota besar Indonesia yang akhir-akhir ini banyak bersekolah di sekolah ‘berbau’ internasional.

Film ini sangat layak untuk menjadi tontonan semua usia. Sangat menghibur. Membumi. Sama sekali tidak menampilkan keglamoran mimpi seperti banyak tampil dalam gambar sinetron (katanya) untuk anak-anak. Dialog pun bukan percakapan orang dewasa yang disumpalkan ke dalam mulut anak-anak.

Terlepas dari suka atau tidak suka, nyaman di mata atau tidak, pendekatan gambar soft dan tajam secara bergantian pada saat mengikuti objek yang bergerak juga merupakan tawaran baru bagi penonton. Dibutuhkan konsentrasi khusus dan kesabaran bagi penonton yang selama ini selalu dimanjakan oleh gambar-gambar tajam saja.

Satu hal yang pasti akan sangat digemari oleh anak-anak (Indonesia) adalah lagu (kalau tidak salah berjudul) “Sahabat Sejatiku”. Lagu ini tidak hanya enak didengar tapi juga memiliki lirik yang pasti disukai oleh anak-anak.

Selamat untuk Eugene Panji dan seluruh tim yang terlibat dalam film ini.

Catatan khusus:
1. Produksi film ini adalah produksi tim indie. Agaknya untuk menonton film-film bermutu, yang dicoba diproduksi dengan baik dan benar meski dana terbatas, pemain dan kru dibayar sangat minim atau tidak sama sekali, kita memang harus lebih memperhatikan film-film karya indie sejenis.
2. Khusus untuk film ini, meskipun kru dan pemain banyak yang tidak dibayar, keseluruhan hasil penjualan tiket nantinya akan disumbangkan untuk menolong anak-anak penderita kanker.
3. Inilah bentuk CSR dari sebagian pekerja film nasional.

1 Komentar »

  1. […] dongengfilm -16/06/12 :: admin1- Tagged with: ccstthemovie, endahnrhesa, eugene panji, […]

    Ping balik oleh Review: Cita-Citaku Setinggi Tanah Movie - muntilanku.com [beta] — Juni 16, 2012 @ 5:19 pm | Balas


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.